Perkembangan Karakter Moral Pada Manusia


CEBT 135 - Dalam psikologi perkembangan selalu ada debat tentang masalah-masalah nature dan nurture. Artinya para ahli senantiasa memiliki pendapat yang berbeda tentang apakah aspek-aspek pertumbuhan dan serta perkembangan manusia itu dibawa sejak lahir atau terbentuk dari lingkungan, mana yang lebih banyak mempengaruhi seorang individu dan pertanyaan-pertanyaan serupa. Begitu pula halnya dengan perkembangan moral atau karakter seseorang, apakah karakter itu merupakan sesuatu yang bersifat herediter (bawaan lahir/keturunan) ataukah dapat dibentuk melalui didikan lingkungan. Perdebatan tersebut tidak pernah selesai dan mungkin tidak akan pernah mendapatkan jawaban pasti. Satu hal yang jelas bahwa memang ada interaksi antara aspek nature dan nurture dalam perkembangan karakter individu, yang dibuktikan dengan penelitian-penelitian yang dilakukan oleh para ahli.

Faktor determinan karakter dapat berupa biologis/herediter. Penelitian-penelitian yang dilakukan untuk mengungkap pengaruh ini biasanya dilakukan pada subjek anak kembar dan/atau adopsi serta bersifat longitudinal. Beberapa ahli telah mencoba membuktikan adanya pengaruh genetis yang cukup kuat terhadap karakter anak (Deater-Deckard & O'Connor, 2000; Plomin and Mc Guffin, 2003). Beberapa dimensi karakter seperti empati dan simpati juga banyak diamati melalui perspektif neurosains yang lebih mengarah kepada herediter  (Caspi, dkk., 2003; Decety & Chaiminade, 2003; Harris, 2003).

Di sisi lain, lingkungan keluarga membawa pengaruh yang cukup penting bagi pembentukan karakter anak. Kochanska, dkk. (2004) menyatakan bahwa kelekatan antara orangtua dan anak merupakan aspek yang sangat penting bagi awal perkembangan moral anak. Maka Untuk selanjutnya, pengasuhan orangtua secara menyeluruh, meliputi relasi antara orangtua dan anak yang hangat dan responsif disertai penerimaan, dukungan, serta pemahaman akan membawa dampak terhadap karakter anak (Grusec, dkk., 2000; Kerr & Stattin, 2000; Kochanska, 2002; Zhou, dkk., 2002). Di samping itu, pola disiplin yang diterapkan orang tua juga merupakan hal yang penting (Kochanska, dkk., 2003). Dalam hal ini, disiplin akan mengontrol prilaku anak dan biasanya dikaitkan dengan konsekuensi negatif terhadap perilaku pelanggaran. Aspek yang paling penting dari penegakan disiplin tersebut adalah konsekuensi yang logis terkait dengan pelanggaran yang dilakukan. Sebagaimana yang dinyatakan oleh Laible & Thompson (2000) bahwa disiplin yang menekankan pada penalaran dan logika akan mempercepat terjadinya internalisasi nilai-nilai pada anak.

Sekolah sebagai lingkungan kedua, turut mempengaruhi konsep diri, keterampilan sosial, nilai, kematangan penalaran moral, perilaku prososial, pengetahuan tentang moralitas, dan sebagainya (Berkowitz,2002). Adanya ikatan yang kuat dengan sekolah dan komunitasnya, termasuk juga kelekatan dengan guru, merupakan dasar bagi sebuah perkembangan prososial dan moral anak. Hawkins, dkk. (2001) menyatakan bahwa seorang anak akan menerapkan sebuah standar atau norma, bila standar tersebut jelas dan disertai dengan adanya ikatan emosi, komitmen, dan kelekatan dengan sekolah. Dalam hal ini, sekolah perlu memiliki atmosfir moral dalam rangka meningkatkan tanggungjawab serta dalam mengurangi pelanggaran di sekolah (Brugman, dkk., 2003). Dilingkungan sekolah tentu saja anak mengalami perluasan dalam aktivitas. Relasi dengan teman sebaya pun akan membawa dampak terhadap pembentukan karakter anak. Hubungan emosi yang kuat dan aktivitas bermain merupakan mediator bagi anak untuk mengembangkan karakter mereka (Dunn & Hughes, 2001; Howe, dkk.,2002; Killen, dkk., 2001; Theimer, dkk., 2001).

Tidak kalah pentingnya adalah pengaruh komunitas terhadap karakter anak-anak remaja. Televisi, sebagai salah satu bentuk media massa di dalam masyarakat, memberikan fasilitas peniruan melalui program-programnya. Pada umumnya, anak anak dan remaja akan lebih mudah menerima informasi yang dilihat dan didengar. Anak dan remaja disajikan pada gambaran situasi tertentu yang disertai dengan reaksi yang seharusnya dilakukan dan juga akibat dari reaksi tersebut. Apabila anak dan remaja terus menerus melihat adegan-adegan negatif, maka mereka akan menganggap adegan tersebut sebagai sesuatu yang wajar. Jika hal ini terus berlanjut, anak dan remaja akan melakukan adegan yang serupa. Dampak proses imitasi ini telah banyak diteliti dalam kaitannya dengan perilaku-perilaku tertentu seperti agresi dan kekerasan (Huesmann, dkk,2003; Robinson, dkk., 2001). Di sisi lain, televisi juga membentuk karakter positif anak, yaitu dalam hal perilaku prososial dan altruis (Mares & Woodard, 2005).

Hal ini menunjukan bahwa lingkungan sosial mempunyai andil dalam pembentukan moral dan karakter anak dan remaja. Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa pembentukan karakter moral seseorang akan dipengaruhi oleh interaksi antara bawaan yang bersifat herediter dengan faktor-faktor yang ada di lingkungan.



Sumber :
Berkowitz, Marvin W. (2002). The Science of Character Education. Dalam William Damon (editor), Bringing in a New Era in Character Education. USA: Hoover Institution Press Publication).

Berkowitz, M., & Bier, M. (2003). What works in character education. Presentation at the Character Education Partnership National Forum. Washington, DC.

Bohlin, Karen, E. (2005). Teaching Character Education through Literature. New York: Routledge Falmer.

Brugman, D., Podolskij, A. J., Heymans, P. G., Boom, J., Karabanova, O., & Idobaeva, O. (2003). Perpection of moral atmosphere in school and norm transgressive behavior in adolescents: An intervention study. International Journal of Behavioral Development, 27, 289 - 300.

Caspi, A., Sugden, K., Moffitt, T. E., Taylor, A., Craig, I. W., Harrington, H., et al. (2003). Influence of life steress on depression: Moderation by a polymorphism in the 5-HTT gene. Science, 301, 386-389.

Decety, J., & Chaminade, T. (2003). Neural correlates of feeling sympathy. Neuropsychologia, 41, 127-138.




Editor : Mustofa, S.Pd

Comments

Post a Comment

Popular posts from this blog

Tokoh Penting Dalam Pendidikan dan Pendidikan Karakter di Indonesia

Dasar Hukum Pelaksanaan Pendidikan Karakter di Indonesia

Posisi Pendidikan Karakter dalam Pendidikan Nasional