Tokoh Penting Dalam Pendidikan dan Pendidikan Karakter di Indonesia
Pendidikan karakter merupakan aspek yang sangat penting bagi generasi penerus bangsa. Seorang individu tidak cukup hanya diberi bekal pembelajaran dalam hal ilmu intelektual belaka tetapi harus diberi hal dalam segi moralitas dan spiritualnya, seharusnya pendidikan karakter harus diberi seiring dengan perkembangan intelektual yang dalam hal ini harus dimulai sejak dini khususnya di lembaga pendidikan.
Pendidikan karakter disekolah dapat dimulai dengan memberikan contoh yang dapat di jadikan teladan bagi murid dengan diiringi pemberian pembelajaran seperti keagamaan dan kewarganegaraan sehingga dapat membentuk individu yang berjiwa sosial, berpikir kritis, memiliki serta dapat mengembangkan cita-cita luhur, mencintai dan menghormati orang lain, serta adil dalam segala hal.
"Ing Ngarso Sung Tulodo; Madya Mangun Karso; dan Tut Wuri Handayani Artinya di depan kita memberi contoh, ditengah membangun prakasa dan bekerjasama, dibelakang memberi daya-semangat dan dorongan".
Suwardi Suryaningrat atau yang lebih dikenal dengan Ki Hajar Dewantara adalah pelopor pendidikan karakter di sekolah, jauh sebelum Kurikulum 2013 (K13) memasukan agenda sama yakni pendidikan sekolah yang berbasis karakter. Tidak, bahkan lebih jauh dari itu yaitu sebelum Ibu Pertiwi meraih kemerdekaannya. Kutipan Bapak Pendidikan Nasional di atas adalah salah satu "Mata Pelajaran" pembentukan karakter di sebuah Perguruan Taman Siswa, Sekolah Kaum Jelata yang didirikannya pada 3 Juli 1922.
Sebagai tokoh pergerakan kemerdekaan, dia sadar betul bahwa saat itu "Calon" Negara Indonesia memerlukan sebuah sistem yakni pendidikan yang bisa memerdekakan. Pendidikan harus menjadi gerbang membangun kesadaran anak bangsa tentang keadilan dan kemakmuran yang bebas dari penjajahan.
Dalam buku "Ki Hajar dan Taman siswa, dalam sejarah Indonesia Modern", yakni Abdurrachman Surjomiharjo dia juga telah menyebutkan karakter lain yang ditanamkan Ki Hajar Dewantara saat itu ada lima point, diantaranya adalah sebagai berikut:
"Ing Ngarso Sung Tulodo; Madya Mangun Karso; dan Tut Wuri Handayani Artinya di depan kita memberi contoh, ditengah membangun prakasa dan bekerjasama, dibelakang memberi daya-semangat dan dorongan".
Suwardi Suryaningrat atau yang lebih dikenal dengan Ki Hajar Dewantara adalah pelopor pendidikan karakter di sekolah, jauh sebelum Kurikulum 2013 (K13) memasukan agenda sama yakni pendidikan sekolah yang berbasis karakter. Tidak, bahkan lebih jauh dari itu yaitu sebelum Ibu Pertiwi meraih kemerdekaannya. Kutipan Bapak Pendidikan Nasional di atas adalah salah satu "Mata Pelajaran" pembentukan karakter di sebuah Perguruan Taman Siswa, Sekolah Kaum Jelata yang didirikannya pada 3 Juli 1922.
Sebagai tokoh pergerakan kemerdekaan, dia sadar betul bahwa saat itu "Calon" Negara Indonesia memerlukan sebuah sistem yakni pendidikan yang bisa memerdekakan. Pendidikan harus menjadi gerbang membangun kesadaran anak bangsa tentang keadilan dan kemakmuran yang bebas dari penjajahan.
Dalam buku "Ki Hajar dan Taman siswa, dalam sejarah Indonesia Modern", yakni Abdurrachman Surjomiharjo dia juga telah menyebutkan karakter lain yang ditanamkan Ki Hajar Dewantara saat itu ada lima point, diantaranya adalah sebagai berikut:
- Kepercayaan pada kekuatan diri,
- Cinta kebenaran dan kemerdekaan,
- Solidaritas,
- Kesadaran akan kesamaan derajat,
- Kepemimpinan
Ki Hajar Dewantara yang pernah hidup dalam pengasingan ini sadar, pendidikan karakter merupakan faktor penting dalam sebuah perubahan. Setumpuk ilmu tidak akan membawa faedah apapun tanpa nilai nilai rohani yang baik.
Lebih lanjut bahwa sejak Mata Pelajaran Sejarah masuk dalam agenda Sekolah, kita mulai mengenal tokoh-tokoh besar dari Bangsa Indonesia misalnya " Soekarno sang Proklamator". Namun, agaknya belum banyak yang tahu bahwa Soekarno pernah berguru kepada HOS Chokroaminoto yakni Pendiri Sarekat Islam. Sejak usia 15 tahun, Soekarno sudah dijejali tumpukan bacaan "berat" oleh sang guru yakni Chokroaminoto. Dia diekspos dengan beragam jenis pemikiran tokoh-tokoh dunia. Dari sinilah, Soekarno muda belajar bahwa ilmu itu tanpa batas.
"Setinggi-tinggi ilmu, semurni-murni tauhid, sepintar-pintar siasat", kata-kata mutiara Chokroaminoto ini selalu menjadi prinsip yang ditanamkan dalam-dalam pada jiwa anak didiknya. Maka tidak mengherankan, dari tangan Chokroaminoto lahir tokoh-tokoh nasional yang meresapi ideologi berbeda, seperti Semaun yang Sosialis, dan Kartosuwiryo seorang islam Fundamentalis, serta Soekarno seorang yang Nasionalis.
Selain itu terdapat pula dari nama kaum perempuan diantaranya Raden Ayu Lasminingrat, lahir di Garut pada tahun 1843 atau 36 tahun sebelum Raden Ajeng Kartini dilahirkan. Seorang penulis dan sejarahwan Deddy Effendie menyebut Lasminingrat sebagai tokoh perempuan intelektual yang pertama di Indonesia. Selain menulis karyanya sendiri, dia juga banyak dalam menterjemahkan buku-buku anak sekolah dari bahasa Belanda ke bahasa Sunda, baik menggunakan aksara Jawa maupun Latin.
Dalam buku " Semangat Baru: Kolonialisme, Budaya Cetak, dan Kesastraan Sunda Abad ke 19" Mikihiro Moriyama mencatat sejak kecil Lasminingrat bercita-cita memajukan pendidikan kaum hawa. Lalu setelah dipinang Bupati Garut RAA Wiratanudatar VIII, dia memilih pensiun dari dunia kesusastraan dan fokus kepada pendidikan perempuan. Pada tahun 1907, Lasminingrat mendirikan sekolah Keutamaan Istri. Sekolah ini dianggap cukup maju karena sudah menggunakan sistem kurikulum. Materi pembelajaran diarahkan pada sebuah keterampilan rumah tangga yakni memasak, mencuci, dan menjahit. Dia berharap setelah menikah muridnya telah pandai mengurus suami dan mendidik anak-anak.
Dalam kurun empat tahun jumlah murid dari Keutamaan Istri tumbuh menjadi sekitar 200 orang. Lalu 15 ruang kelas dibangun, seluruh murid dapat tertampung. Pada tahun 1913 sekolah ini bahkan istri mendapat pengakuan resmi dari pemerintah Hindia Belanda.
Sejarah juga mencatat Lasminingrat adalah tokoh dibalik pendirian sekolah Istri asuhan Dewi Sartika. Jika Dewi Sartika disebut-sebut sebagai tokoh pendidikan, maka tidak berlebihan jika Lasminingrat didaulat sebagai tokoh perempuan intelektual yang pertama di Indonesia.
Perjuangan untuk terus memajukan tentang pendidikan tidak pernah berhenti, sebagai mana yang dilakukan oleh mantan Menteri Pendidikan Indonesia yakni Bambang Sudibyo, yakni dalam perjuangannya untuk peningkatan pengembangan mutu dalam pendidikan Indonesia. Beragam program dan kerjasama antara pemerintah, masyarakat, dan organisasi-organisasi pendidikan perlu dilakukan secara bersama dan berkesinambungan.
Saat menjabat sebagai Presiden Organisasi Menteri -Menteri Pendidikan di wilayah Asia Tenggara (SEAMEO) pada tahun 2007, maka Bambang Sudibyo mencetuskan sebuah ide Meningkatkan Kualitas Tenaga Pendidik. Saat itu, ambisinya adalah meningkatkan kualitas tiga pusat pelatihan guru ke taraf Internasional.
Lalu pada tahun 2009 kerja keras itu berbuah manis, tiga SEAMEO Center resmi menjadi Pusat Pengembangan Pendidik dan Tenaga Kependidikan se-Asia Tenggara yakni Pusat Ilmu Pengetahuan Alam di Bandung; Matematika di Yogyakarta; serta Bahasa di Jakarta.ada lima jenis program peningkatan mutu guru dan kepala sekolah saat itu, yaitu Analisis kebutuhan pelatihan; Penguatan kapasitas bidang sumber daya manusia; Fasilitas dan Sistem manajemen; Pelatihan pendidikan internal; Penelitian, Pengawasan, dan Evaluasi.
Berkat kontribusinya itu, Bambang Sudibyo mendapatkan penghargaan khusus pada malam perayaan ke 50 tahun berdirinya SEAMEO di gedung Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta; Rabu (7/10/2015)
Sumber :
Agus Rukiyanto.2009.Pendidikan Karakter. Yogyakarta: Kanisius. 64-67
Doni Kusuma A.2007.Pendidikan Karakter. Jakarta: Grasindo. 3-5
Komarudin Hidayat.2008.Reinventing Indonesia. Jakarta: Mizan. 190-195
Euis Sunarti.2005.Menggali Kekuatan Cerita. Jakarta: Elek Media Komputindo. 3-8
Adhis Anggiany Putri S (Kompas.com)
Editor : Mustofa, S.Pd
Selain itu terdapat pula dari nama kaum perempuan diantaranya Raden Ayu Lasminingrat, lahir di Garut pada tahun 1843 atau 36 tahun sebelum Raden Ajeng Kartini dilahirkan. Seorang penulis dan sejarahwan Deddy Effendie menyebut Lasminingrat sebagai tokoh perempuan intelektual yang pertama di Indonesia. Selain menulis karyanya sendiri, dia juga banyak dalam menterjemahkan buku-buku anak sekolah dari bahasa Belanda ke bahasa Sunda, baik menggunakan aksara Jawa maupun Latin.
Dalam buku " Semangat Baru: Kolonialisme, Budaya Cetak, dan Kesastraan Sunda Abad ke 19" Mikihiro Moriyama mencatat sejak kecil Lasminingrat bercita-cita memajukan pendidikan kaum hawa. Lalu setelah dipinang Bupati Garut RAA Wiratanudatar VIII, dia memilih pensiun dari dunia kesusastraan dan fokus kepada pendidikan perempuan. Pada tahun 1907, Lasminingrat mendirikan sekolah Keutamaan Istri. Sekolah ini dianggap cukup maju karena sudah menggunakan sistem kurikulum. Materi pembelajaran diarahkan pada sebuah keterampilan rumah tangga yakni memasak, mencuci, dan menjahit. Dia berharap setelah menikah muridnya telah pandai mengurus suami dan mendidik anak-anak.
Dalam kurun empat tahun jumlah murid dari Keutamaan Istri tumbuh menjadi sekitar 200 orang. Lalu 15 ruang kelas dibangun, seluruh murid dapat tertampung. Pada tahun 1913 sekolah ini bahkan istri mendapat pengakuan resmi dari pemerintah Hindia Belanda.
Sejarah juga mencatat Lasminingrat adalah tokoh dibalik pendirian sekolah Istri asuhan Dewi Sartika. Jika Dewi Sartika disebut-sebut sebagai tokoh pendidikan, maka tidak berlebihan jika Lasminingrat didaulat sebagai tokoh perempuan intelektual yang pertama di Indonesia.
Perjuangan untuk terus memajukan tentang pendidikan tidak pernah berhenti, sebagai mana yang dilakukan oleh mantan Menteri Pendidikan Indonesia yakni Bambang Sudibyo, yakni dalam perjuangannya untuk peningkatan pengembangan mutu dalam pendidikan Indonesia. Beragam program dan kerjasama antara pemerintah, masyarakat, dan organisasi-organisasi pendidikan perlu dilakukan secara bersama dan berkesinambungan.
Saat menjabat sebagai Presiden Organisasi Menteri -Menteri Pendidikan di wilayah Asia Tenggara (SEAMEO) pada tahun 2007, maka Bambang Sudibyo mencetuskan sebuah ide Meningkatkan Kualitas Tenaga Pendidik. Saat itu, ambisinya adalah meningkatkan kualitas tiga pusat pelatihan guru ke taraf Internasional.
Lalu pada tahun 2009 kerja keras itu berbuah manis, tiga SEAMEO Center resmi menjadi Pusat Pengembangan Pendidik dan Tenaga Kependidikan se-Asia Tenggara yakni Pusat Ilmu Pengetahuan Alam di Bandung; Matematika di Yogyakarta; serta Bahasa di Jakarta.ada lima jenis program peningkatan mutu guru dan kepala sekolah saat itu, yaitu Analisis kebutuhan pelatihan; Penguatan kapasitas bidang sumber daya manusia; Fasilitas dan Sistem manajemen; Pelatihan pendidikan internal; Penelitian, Pengawasan, dan Evaluasi.
Berkat kontribusinya itu, Bambang Sudibyo mendapatkan penghargaan khusus pada malam perayaan ke 50 tahun berdirinya SEAMEO di gedung Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta; Rabu (7/10/2015)
Sumber :
Agus Rukiyanto.2009.Pendidikan Karakter. Yogyakarta: Kanisius. 64-67
Doni Kusuma A.2007.Pendidikan Karakter. Jakarta: Grasindo. 3-5
Komarudin Hidayat.2008.Reinventing Indonesia. Jakarta: Mizan. 190-195
Euis Sunarti.2005.Menggali Kekuatan Cerita. Jakarta: Elek Media Komputindo. 3-8
Adhis Anggiany Putri S (Kompas.com)
Editor : Mustofa, S.Pd
ikuti juga web kami di www.smpn22lantarijaya.sch.id
ReplyDelete